Terapi Pendinginan untuk Serangan Jantung

Vera Farah Bararah : detikHealth

detikcom – Philadelphia, Pertolongan untuk orang yang terkena serangan jantung selama ini melalui alat kejut jantung. Tapi kini ada teknik baru yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan pasien serangan jantung melalui terapi pendinginan.

Teknik ini pernah dilakukan pada Ed Sproull. Pada bulan Maret 2010, Sproull (58 tahun) berangkat kerja dalam kondisi sehat tapi tiba-tiba ia jatuh terduduk tanpa suara.

Sebelumnya ia tidak menunjukkan adanya rasa sakit atau perasaan tidak nyaman, namun tanpa disadari ia telah berada pada kondisi antara hidup dan mati karena mengalami electric anarchy, yaitu tidak mampu lagi memompa darah keluar.

Kurang dari 15 menit petugas medis datang untuk memberikan pertolongan pada Sproull, segera ia merobek baju Sproull dan menempelkan elektroda dari automated external defibrillator (AED) di dada Sproull. Hal ini untuk membantu jantung Sproull agar bisa kembali berdetak normal. Namun tetap saja ia berada dalam kondisi koma dan nyaris tak bernapas. Jika ia berhasil sampai rumah sakit dalam keadaan hidup, maka ada kemungkinan otaknya sudah mengalami kerusakan parah.

Sebagian besar orang yang mengalami serangan jantung sulit untuk diselamatkan. Bahkan jika detak jantungnya bisa dikembalikan lagi, beberapa orang diantaranya harus mengalami cedera otak yang mengakibatkan kelumpuhan.

Namun kini para ahli menemukan metode baru yaitu melalui prosedur hipotermia terapeutik (therapeutic hypothermia) yaitu pendinginan tubuh.

Dalam prosedur ini pasien akan didinginkan pada suhu sekitar 6 derajat fahrenheit (minus 14 derajat celcius) dengan menggunakan infus cairan dingin, selimut pendingin atau kemasan es dan tunggu selama 24 jam. Setelah itu tubuh pasien akan dihangatkan kembali secara perlahan-lahan.

Prosedur ini merupakan satu-satunya terapi yang telah terbukti bisa melindungi otak setelah seseorang terkena serangan jantung. Pada tahun 2009, sebuah analisis studi menunjukkan hal ini dapat meningkatkan kemungkinan seseorang bertahan hidup dengan fungsi otak yang utuh atau setidaknya lebih dari setengahnya.

“Kami mendorong orang yang berada di zona abu-abu untuk bisa kembali lagi. Kemungkinan ada ribuan orang yang akhirnya mengalami kerusakan otak parah karena tidak memiliki akses ke perawatan ini,” ujar Dr Benjamin Abella dari Center for Resuscitation Science di University of Pennsylvania, Philadelphia, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (27/8/2010).

Ketika seseorang mengalami serangan jantung, maka sirkulasi darah dan oksigen akan berhenti dan organ yang pertama kali membutuhkan oksigen adalah otak. Pada kondisi tersebut, sel-sel sulit bekerja dengan baik tapi justru bisa meracuni tubuh.

“Satu hal yang bisa memberikan efek menguntungkan dari setiap proses ini adalah mendinginkan jaringan,” ujar Dr Stephan A. Mayer, seorang ahli pendinginan dan neurologis di Columbia University, New York.

Saat itu Sproull dibawa ke ruang gawat darurat, lalu ia dibungkus dalam kantong dan selimut es, kemudian dialirkan fluida (cairan) dingin. Selain itu juga diberikan penenang dan relaksasi otot untuk memastikan bahwa ia tidak akan menggigil dan mulai menghangatkan kembali.

Mesin pendingin ini akan bekerja seperti pendingin ruangan (air conditioner/AC), yaitu sirkulasi air dingin melalui selimut yang melilit pasien. Sementara itu temperatur tubuh pasien selalu dipantau dengan menggunakan termometer dan menjaga suhunya agar tetap berada dalam batas-batas yang ketat.

Hipotermia terapeutik ini telah benar-benar mengubah paradigma terhadap proses perawatan untuk serangan jantung. Hal ini bisa menjadi salah satu cara agar berusaha lebih keras dan tidak mudah menyerah.